- Back to Home »
- sejarah , situs , tempat wisata »
- Wisata dan Sejarah Candi Batu Jaya Karawang Jawa Barat Indonesia
Posted by : Unknown
Minggu, 08 Maret 2015
Mengakrabi Percandian di Batu Jaya
Situs percandian Batu Jaya Karawang, Jawa Barat, ditemukan
sejak 1984. Namun, hingga kini publik belum banyak mengenal peninggalan
bersejarah dari Kerajaan Tarumanegara abad ke-5 Masehi itu. Bagi para peneliti
atau arkeolog, situ yang telah berulang kali diekskavasi itu juga masih
menyimpan banyak misteri.
Kenapa Candi Serut di situs percandian Batu Jaya itu
berbenruk miring? Kenapa ada lubang-lubang menyerupai penyangga tiang di Candi
Blandongan, dan apa fungsinya? Banyak pertanyaan mengenai Batu Jaya yang saat
ini belum bisa dijawab baik oleh pejabat maupun arkeolog di Balai Pelestarian
Cagar Budaya. Perlu kajian lebih lanjut untuk mengungkapnya.
Pada musim hujan ini, beberapa candi dan unur di Batu Jaya
terendam air. Unur adalah bukit-bukit sinusoidal dengan struktur meyerupai
percandian, atau bagian dari percandian. Bahkan, di satu lokasi di Telaga Jaya
8, satu unur, yakni situs Sumur, sepenuhnya tenggelam, tak satu bongkah pun
tersembul, seperti tampak saat kompas menyambangi pertengahan januari 2015.
Setengah Candi Serut juga terendam air, menyembunyikan beberapa sekat
menyerupai ruang yang ditemukan dalam proses ekskavasi belum lama ini.
“Kalau tidak terendam air, akan terlihat ruang-ruang kosong
di tengah Candi Serut ini, lalu ada penahan kayu memanjang. Lalu, ada seperti
pagar bergelombang, sekat-sekat yang mungkin untuk ruang-ruang biksu karena
candi ini, kan, untuk peribadatan. Sekeliling candi ini masih terus digali
untuk mengetahui luas seluruhnya,” kata Kepala Seksi Perlindungan,
Pengembangan, Pemanfaatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang
Zakaria.
Candi Serut, yang terletak sangat dekat dengan perkampungan
warga ini, berbentuk miring, Belum diketahui penyebab kemiringan itu,
disengaja, anjlok, atau ada sebab lain. Yang pasti, kemiringan Ccandi Serut
tetap dipertahankan pada saat pemugaran mengingat salah satu syarat pemugaran
adalah harus sesuai dengan aslinya.
Sebanyak 53 candi dan unur di Batu Jaya diyakini hadir pada
masa kerajaan Tarumanegara pada abad ke-5 Masehi. Semua itu dikelola BPCB
Serang, yang bertanggung jawab kepada Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dimonitor Direktorat Pelestarian Cagar Budaya
dan Permuseuman Kemendikbud. Nama BPCB serang merujuk pada lokasi kantor
pusatnya, yakni di Serang, Banten. Namun, BPCB Serang ini menaungi 1.059 cagar
budaya yang tersebar di empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten
dan Lampung, termasuk Batu Jaya.
Situs Batu Jaya menjadi prioritas pelestarian sejak
ditemukan pada tahun 1984 oleh tim dari Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia
(berdasarkan informasi warga) yang saat ini sedang meneliti situs Cibuaya.
Banyak penemuan menarik di sini selain percandian. Salah satunya, 16 rangka
manusia yang ditemukan tiga kali, yakni pada 2005 (7 rangka), pada Mei 2010 (6
rangka) dan pada Oktober 2014 (3 rangka). Penemuan lain antara lain berupa
gelang emas, manik-mani, gerabah, keramik, dan senjata logam.
Analisis morfologis terhadap rangka-rangka manusia itu menunjukkan
ada komponen anatomis yang hampir lengkap di sebagian besar rangka, dari
tengkorak hingga pergelangan kaki. Tulang-belulangnya sangat tebal dan keras.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbus HarryWidianto
dengan fasih menjelaskan ciri-cirinya. Bentuk tengkorak yang tinggi dan bundar termasuk jenis tengkorak brachycephal.
Melihat langit-langit rahang atas, muka yang datar, keausan gigi, dan ciri-ciri
lain, semua itu menunjukkan pada jenis ras Mongoloid, ras kita saat ini.
Bambang Budi Utomo beserta tim dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional menganalisis pertanggalan melalui metode C-14
dengan sampel arang dari hasil penggalian di Candi Blandongan. Hasilnya, rangka
manusia yang ditemukan di situs itu diperkirakan hidup abad ke-2 hingga ke-3
Masehi, periode akhir dari Masa Prasejarah di Indonesia.
“Hampir pasti, inilah kuburan para pendukung budaya Buni,
budaya masa Paleometalik yang sangat akrab dengan alat-alat logam dan
mengembangkan teknologi gerabah berslip merah pada akhir prasejarah di Jabar.
Kalau melihat candi-candi yang mengacu pada budaya Hindu dan Budha, mereka ini
mewakili masyarakat dari zaman peralihan, prasejarah ke sejarah. Mereka hidup
dengan pola prasejarah, tapi memeluk agama baru, lantas mendirikan candi,”papar
Harry, yang juga arkeolog dan ahli paleoantropolgi.
Sejak penemuan pertama Situs Sumur, ekskavasi demi ekskavasi
teruis dilakuakan di lokasi yang diperkirakan seluas 5 km persegi itu. Hingga
2012 ditemukan 39 titik sebaran candi, dan bertambah 14 titik dalam kurun waktu
dua tahun, dan hingga kini menjadi 53 titik. Rinciannya, 23 berstruktur candi,
sedangkan sisanya berupa unur, menhir, dan artefak tua. Dari jumlah itu, baru
dua candi yang sudah dipugar, yakni Candi Jiwa (tahun 1990-an) dan Candi
Blandongan (2002).
Masih ada banyak titik yang menunjukkan adanya unur atau
bukit-bukit sinusoidal yang berpencar di tengah hamparan sawah. Banyak yang
harus dikaji selain deliensi atau penetapan luas kawasan cagar budaya. “Seperti
zonasi atau peruntukan situs, fungsi bangunan juga dikaitkan dengan konteks
kesejarahaan,” kata Kepala BPCB Serang Yusuf Budi Ariyanto.
Candi tertua dari Kerjaan Tarumanegara ini akan ditetapkan
sebagai kawasan cagar budaya nasional setelah proses delienasi usai. Setelah
itu, perlakuan terhadap Batu Jaya bakal lebih terpadu. Anggaran juga lebih
besar, termasuk untuk memperluas Museum Cagar Budaya Situs Batujaya yang masih
mungil, hanya sekitar 40 meter persegi.
Jika semua rencana itu berjalan lancar, penelitian lebih lanjut
di situs ini bisa lebih digiatkan lagi demi mengungkap sejarah peradaban
Nusantara yang masih tersamar.
Tulisan diambil dari : Kompas, Minggu 1 Februari 2015
source image : www.disparbud.jabarprov.go.id